01 Agustus 2008

BAB XII : Kemenangan Besar

Ketika Harapan telah menghilang bersama dengan padamnya Nyala Api Suci, terlihat dari Timur cahaya yang terang menyilaukan bersama dengan lahirnya Matahari. Seekor Burung Api raksasa terbang dengan gagahnya menuruni Gunung Timur, mendekati Naga-naga yang mengepung Rumah Agung.

Sayap Apinya yang membara tiada henti, sempat membuat gentar Naga-naga beserta para penunggangnya. Dan ketika Naga-naga itu hendak menyerangnya, Sang Burung Api membelah dirinya menjadi banyak dan sama besar. Masing-masing Burung Api menyerang musuhnya, membuat Naga-naga beserta penuggangnya terbakar dalam api dan mati. Beberapa Naga beserta penungangnya berusaha menyelamatkan diri, tetapi Burung-burung Api mengejarnya dan menghanguskan mereka dari belakang.

Menzeg dan Naganya tidak takut dan getar, dan melawan Burung-burung Api dengan nafas Kebekuannya. Tetapi Burung-burung Api itu tetap menyala-nyala, dan mengepung Menzeg dari segala penjuru. Naga Menzeg tersungkur kehilangan kekuatannya, terkuras habis dalam pertarungan itu. Terdengarah suara menggelegar dari antara Burung-burung Api itu, Neyel Pe menunggangi salah satunya berbicara seperti seorang Dewa, “Wahai kau yang telah jatuh ke dalam Lubang Kegelapan, yang telah berpaling dan besekutu dengan Kegelapan! Kau sudah meninggalkan sang Pemberi Jiwamu, dan kau sudah menukarkannya dengan segala kejahatan. Sang Terang mengutusku untuk mengajakmu kembali, memalingkan wajahmu kepadanya. Ia akan mengampuni semua kesalahanmu, dan mengembalikan cahaya Jiwamu seperti sedia kala. Maka jika kau ingin kembali kepadanya, lakukanlah sekarang ini juga! Sebelum Apinya menghanguskan seluruh tubuhmu, dan membinasakan jiwamu untuk selama-lamanya. Sebab sesungguhnya Sang Terang mau mengampunimu, dan sanggup memulihkan semua luka-lukamu. Ia akan mengembalikan semua yang terampas darimu, termasuk dia yang telah diambil daripadamu.”

Tetapi jawab Menzeg, “Aku tidak bersalah dan aku tidak merasa bersalah, sebab apa yang kulakukan adalah benar. Sang Terang telah mengkhianatiku dan meninggalkanku dan aku tidak bisa menerima hal itu. Apalah gunanya menyembah sesuatu yang buta, yang tidak melihat dan memerhatikan makhluk-makhluknya? Dan apalah gunanya menyembah sesuatu yang tuli, yang tidak mendengarkan permohonan hamba-hambanya?

Hanya kepada Sang Penguasa Kegelapanlah aku berbakti, kepada sang pemilik jiwaku yang mengerti apa yang kubutuhkan. Meskipun ia buta tetapi ia memerhatikan makhluk-makhluknya, dan telinganya senantiasa mendengarkan permohonan hambanya. Sang Terang telah mati dan kalah dalam perang ini, dan Sang Penguasa Kegelapanlah yang akan memenangkannya. Ia akan mengirimkan bala bantuan untuk menolongku, membinasakan kamu hingga tak bersisa.”

Sahut Neyel Pe sambil menunjukkan penglihatan kepada Menzeg, “Burung-burung Api Sang Terang telah berada di Barat, dan menghancurkan istana tuanmu itu menjadi abu, Ia tidak akan membantumu lagi, sebab kami telah mengurungnya dalam kubah api. Ia tidak bisa menolong dirinya sendiri, Senja dan Musim Dingin pun tidak mampu. Makhluk-makhluk ciptaannya telah binasa, bahkan Bulan hanya bisa menangisinya. Maka sekarang kembalilah kepada Sang Terang, dan memohonah ampun kepadanya. Sebab tiada guna kau mengeraskan hatimu, dan tiada guna kau berpaling kepada Kegelapan.”

Kemudian Menzeg mengambil pedang esnya dan mengangkatnya tinggi-tinggi di udara. Dengan lantang ia berseru, “Aku tidak membutuhkan nasihatmu, karena aku akan mengakhiri hidupku sendiri.” Setelah itu ditusukkannyalah pedang esnya ke dadanya dan matilah ia.

Sesaat kemudian matilah pula Naganya, dan Burung-burung Api itu membakar tubuhnya beserta Naganya. Sebab kata Neyel Pe, “Bumi tidak menerima tubuhnya untuk dibaringkan, biarlah Api membakarnya hingga menjadi abu.”

Maka berakhirlah masa-masa sulit itu dan berakhirlah Perang Besar dengan kemenangan yang gemilang, Sang Terang kembali mengirimkan utusannya untuk menyelamatkan Dunia dari kehancuran. Burung-burung Api terbang berkeliling mencairkan es, dan mengusir kebekuan di permukaan Bumi. Neyel Pe mengangkat tongkatnya dengan kedua tangannya, dan berkatalah ia dengan suara nyaring, “Sang Waktu belum menakdirkan kamu mati, maka bangunlah dari tidurmu, wahai putra-putra Matahari!”

Kemudian bangunlah mereka yang telah mati membeku, dan seluruh penjuru Dunia kembali terbangun dari tidurnya. Putra-putra Neyel Pe, Zod Zumen dan ratu Udror Zed membuka matanya, juga para ksatria yang pemberani mendapatkan kehidupannya kembali. Burung-burung Api kembali menyatukan dirinya, menyalakan Api Suci baru di puncak Menara Api. Neyel Pe menanam benih Pohon Terang di Pulau Timur sebagai tanda Dunia dipulihkan dan dimulainya awal yang baru.

2 komentar:

Imaginary Guitarist mengatakan...

i like your story.

tau link ke sini dari web-nya rd villam. and i feel lucky.

okay, just wanna say "salam kenal", i'll go to the next chapter ;D

dejongstebroer mengatakan...

makasih n salam kenal juga...
maap kalo ceritanya amburadul scr ini mrpkn karya pertama saya yg boleh dibilang udah final,, sementara yg lain lebih amburadul
hahahaha