01 Agustus 2008

BAB X : Putra-putra Neyel Pe

Kemudian putra-putra Neyel Pe dan Zonul putra Umug Lez mencoba bertahan dari serangan naga-naga. Mereka menyerang dari antara pohon-pohon yang melindunginya dengan menembakan anak panah untuk mengalihkan perhatian Naga-naga yang terus-menerus memburu para ksatria yang bergerak ke Timur di bawah pimpinan Zod Zumen putra Umug Lez.

Tetapi mereka tidak berhasil sebab Naga-naga itu mengejar Zod Zumen. Bahkan beberapa Naga tampak datang dengan bongkahan batu besar di cengkeraman kaki mereka dan melepaskannya di tengah-tengah rombongan para ksatria sehingga banyak ksatria yang terluka parah dan mati tertimpa batu sebelum mencapai Gerbang Dewa.

Ketika putra-putra Neyel Pe hendak kembali untuk menolong para ksatria yang terluka sebelum tersambar oleh Naga-naga, Zonul mencegah mereka, katanya “Biarlah mereka menderita karena pilihan mereka sendiri. Dan biarlah mereka mati dan menyesalinya. Tetapi marilah kita pergi ke Barat dan menyerang sumber Kekuatan Kegelapan. Sebab masa-masa yang tersisa sangatlah berharga sebelum Dunia ini dikuasainya.”

Kemudian mereka mendengar suara ledakan-ledakan di kaki Pegunungan. Dan segera berlarilah mereka ke arah selatan, ke arah suara-suara itu berasal, dan menyadari bahwa ada sebuah peperangan di sana. Sampailah mereka ke tempat peperangan itu, dan menyaksikan dari balik pepohonan hutan beberapa orang menciptakan ledakan-ledakan untuk melawan dua ekor Naga yang menyemburkan Wabah Kematian. Mereka terlihat ketakutan dan bersembunyi di dalam gua-gua ketika Wabah Kematian itu disemburkan. Tetapi ketika Naga-naga itu menghela nafas, mereka menyerang dengan ledakan-ledakan yang membabi buta dan berhasil melumpuhkan salah satunya.

Kemudian putra-putra Neyel Pe dan Zonul segera melepaskan anak panahnya dan membidik sayap Naga yang lain yang terlihat marah melihat kawannya tidak berdaya. Naga itu segera membalikkan tubuhnya ke arah ketiga ksatria itu dan mencoba menyemburkan Wabah Kematian ke tengah-tengah mereka. Naga itu sudah tidak bisa terbang karena sayapnya telah terbakar akibat ledakan yang diciptakan yang telah melumpuhkan kawannya.

Zonul dan putra-putra Neyel Pe menyebar ke tiga arah yang berbeda untuk menghindari Wabah itu. Dan Naga itu mengejar Uru Enzu yang malah mendekatinya. Uru Enzu berlari menuju gua tempat orang-orang asing itu berlindung. Sedangkan Zonul dan Uru Elzu berusaha melindunginya dengan mengalihkan perhatian Naga itu.

Tetapi datanglah lima ekor Naga lain tanpa penunggang Dari Barat dengan sayap utuh terbang melintasi Daratan Bumi menemukan Zonul di padang terbuka. Zonul menembaki mereka dengan panahnya dari bawah. Putra-putra Neyel Pe memperingatkannya supaya pergi menjauh dari tempat itu tetapi terlambat. Zonul mati oleh Wabah Kematian dan tubuhnya dilumat oleh Naga-naga.

Maka menangislah Uru Elzu dan Uru Enzu meratapinya. Kata mereka, “Wahai putra Raja Tegge, ksatria perkasa! Kau telah menentukan pilihanmu untuk berjuang bersama kami. Tetapi sekarang perjuangan hidupmu telah berakhir setelah kau berperang dengan gagah berani dan meninggalkan kami sendiri di sini. Dan sekarang kami tidak bisa berjuang bersamamu lagi Bahkan kami tidak bisa mengubur tubuhmu dan hanya bisa berdiri di sini melihatnya binasa oleh Naga-naga raksasa. Keberanianmu melebihi keberanian yang dimiliki ayahmu dan kau benar-benar mengorbankan hidupmu untuk Sang Terang.”

Maka dengan berani, Uru Elzu mencoba menjauhkan mereka dari tubuh Zonul, melepaskan beberapa anak panahnya kepada mereka. dan marahlah Naga-naga itu dan memburunya sehingga larilah ia menerobos hutan, di mana pepohonan sudah tidak bisa lagi melindunginya sebab setiap kali Naga-naga itu menyemburkan nafas mereka, layu dan keringlah setiap daun dan batang pohon yang dilewatinya.

Melihat Naga-naga itu memburu saudaranya, bangkitlah Uru Enzu mengangkat busur panahnya dan mencoba menembaki Naga-naga itu dengan sisa anak panahnya. Maka mereka yang berada di dalam gua itu membantunya memberikan Api mereka untuk ditembakkan oleh Uru Enzu. Dan dengan panah-panah Api itulah, Uru Enzu berhasil membakar sayap Naga-naga yang terbang dan menghanguskan mereka di dalam Api yang menyala-nyala.

Tetapi Uru Elzu berusaha menghilangkan ketakutannya, dan tetap berlari menghindar dari Wabah Kematian. Maka ketika kekuatannya sudah hampir habis dan ia sudah tidak mampu lagi berlari dan mempertahankan diri, berkatalah ia kepada Sang Terang, “Wahai Sang Terang, selamatkanlah aku! Dimanakah kau berada ketika aku membutuhkanmu? Lindungilah aku dan berikanlah aku kekuatanmu, supaya aku mampu bertahan dan Kematian tidak merenggutku.”

Kemudian terantuklah kakinya oleh sebuah akar pohon, jatuhlah tubuhnya tertelungkup di dalam rawa lumpur. Dan ia mencoba menahan nafasnya, ketika Wabah Kematian disemburkan oleh Naga-naga dari udara, sambil berharap Sang Terang memberikan pertolongan. Tetapi Naga-naga yang memburunya menyangka ia sudah mati, dan mereka tidak dapat menemukan tubuhnya, sehingga berlalulah mereka dari tempat itu menuju ke Timur.

Maka ketika Naga-naga sudah tidak tampak lagi, pergilah Uru Enzu mencari saudaranya ke segala penjuru, di antara pepohonan hutan yang menjadi layu. Dan ditemukannyalah oleh mereka tubuh Uru Elzu yang lemas. Dan dibawalah ke gua perlindungan.

Dan ketika kekuatan Uru Elzu telah pulih, diadakannyalah pertemuan di gua itu. Antara putra-putra Neyel Pe dengan putra-putra Melutey, yaitu mereka yang berjuang melawan Naga-naga dengan kekuatan Keajaiban. Berkatalah Uru Elzu membuka pembicaraan itu, “Demi Sang Terang yang telah menciptakan Dunia ini, dan demi para ksatria yang telah gugur berperang. Demi Umug Lez raja Tegge dan Zonul putranya, kami akan melanjutkan perjuangan ini. Maka kami, putra-putra Neyel Pe, membebaskan kamu dari tugas yang dibebankan oleh bapa kami. Dan kami berharap kamu akan bersekutu dengan kami, kembali ke Timur dan menyelamatkan Tegge dari bahaya. Sebab aku percaya jika kita bersatu, saudara-saudaraku, dan dengan kekuatan yang kita miliki, kita akan mempu mengalahkan Naga-naga raksasa itu. Lihatlah apa yang telah kita lakukan terhadap mereka, dengan busur panahku dan kekuatan Api milikmu, sepuluh Naga telah mati karenanya.”

Gulen putra Melutey menjawab, “Tetapi kami tinggal berenam, tiga dari kami adalah perempuan, dan dua adalah anak-anak, hanya akulah yang laki-laki. Haruskah mereka ikut pergi berperang? Tidakkah hal itu akan membahayakan jiwa mereka?”

Tetapi sahut seorang perempuan, “Aku akan ikut berperang bersama kamu. Aku akan memberikan Apiku untuk anak panahmu, sebab hanya itulah yang mungkin dapat kulakukan. Dan kami tidak ingin mati di bawah bayang-bayang Kegelapan Mereka telah merenggut kehidupan ibu-bapa kami dan beberapa dari kami telah mati karenanya.”

Maka Gulen menghardiknya, “Wahai Lyos, saudariku, tidakkah kaupikirkan bahwa di sana penuh bahaya? Naga-naga bisa membuat kamu mati sia-sia, bersama anak-anak kita yang belum tahu apa yang sedang terjadi. Ini adalah medan peperangan yang kejam, dan bukan sebuah permainan yang menyenangkan. Lupakanlah niatmu itu dan tinggallah di sini. Aku akan pergi bersama putra-putra Neyel Pe dan tunggulah kepulanganku bersama mereka.”

Tetapi perempuan-perempuan di gua itu datang dan memohon kepada Uru Enzu dan Uru Elzu. Kata mereka, “Wahai putra-putra Neyel Pe yang bijaksana, Izinkanlah kami menemanimu di dalam perjalanan sebab kami tidak ingin mati di sini tanpa melakukan sesuatu untuk menyelamatkan Dunia. Kami akan melindungi diri kami sendiri, dan melindungi anak-anak kami dari bahaya. Bersama Lyos, kami akan memberikan Api kami, sebagai senjata untuk melawan Naga-naga jahat itu.

Dan jawab Uru Elzu, “Mereka sudah memutuskan pilihan mereka, haruskah kita menahan mereka? Biarlah mereka melakukan apa yang ingin mereka lakukan, dan pergi bersama dengan kita ke Timur.”

Dan bersama-sama putra-putra Neyel Pe berkata, “Baiklah, marilah kita berperang, Menyelamatkan Dunia dari kehancuran. Demi Cahaya Timur dan Matahari yang memandu kita, kita akan berjuang dalam Perjuangan Terakhir ini.

Maka pergilah mereka ke Timur menghadapi bahaya yang telah menunggu di depan Di tengah perjalanan mereka mengumpulkan batang-batang pohon dan memecahnya menjadi ribuan anak panah. Ujungnya dilapisi dengan minyak pohon Dwes, supaya Api yang dinyalakan tidak lekas padam.

Tidak ada komentar: