01 Agustus 2008

Bab V : Putra Matahari

Adapun Sang Dewa Tertinggi memelihara putra Matahari di Pulau Timur dan diberi nama Niz, sebab itulah namanya. Kepadanya Keajaiban datang yang memampukannya mengendalikan Unsur-unsur Alam dengan Kekuatan seperti yang dimiliki oleh seorang Dewa sehingga Niz menjadi kesayangan Yeru.

Pada suatu Masa, datanglah Sang Dewa Gelap Malam menculik Musim Semi supaya tidak datang menggantikan kekuasaan Musim Dingin sehingga seluruh Daratan Bumi mengalami kebekuan abadi yang sangat menyengsarakan makhluk-makhluknya. Maka diutusnyalah Niz oleh Sang Dewa Tertinggi untuk pergi ke Barat menyelamatkan Musim Semi dan segera mengakhiri Musim Dingin yang panjang itu.

Dan pergilah Niz dengan sayap anginnya melintasi Langit seperti burung yang terbang. Di tengah perjalanannya itu, ia bertemu dengan Matahari, bapanya, yang bersembunyi di antara kabut Musim Dingin. Matahari mengenalnya tetapi ia tidak mengenal Matahari. Berserulah Matahari memanggilnya, “Wahai makhluk yang indah! Keindahanmu mengingatkanku kepada kekasihku. Dia yang dengan setia menantikan kedatanganku setiap Pagi, yang keindahannya melebihi apa yang ada di permukaan Bumi. Sesungguhnya kehangatannya sangat kubutuhkan saat ini, ketika Musim Dingin hampir membekukan tubuhku dan meredupkan cahayaku. Tetapi ia telah hilang, diambil dari padaku, dan aku menanggung hukuman atas perbuatanku kepadanya.”

Jawab Niz, “Wahai Penguasa Siang, siapakah dia yang kau maksud itu? Siapakah dia yang keindahannya menyerupai diriku? Apakah kehangatan Musim Semi yang sangat kaubutuhkan untuk menghangatkan tubuhmu kembali dan menyalakan cahayamu kembali? Sesungguhnya aku sedang dalam perjalanan ke Barat untuk membebaskannya dari cengkeraman Sang Dewa Gelap Malam. Jika kau mau, aku akan membawanya kepada engkau, sebelum tulang-tulangmu benar-benar membeku.”

Tetapi berkatalah Matahari, “Ribuan Masa kulewati sendiri menyusuri perut Langit ini, ribuan Musim telah kulewati tanpa kehadiran kekasihku. Sejauh Timur dari Barat kususuri, tanpa harapan bertemu dengannya lagi. Tetapi sekarang aku menemukan engkau, wahai Putraku, yang diberkati dari seluruh makhluk Dunia. Kiranya kehadiranmu dapat menyembuhkan duka citaku atas hilangnya kekasihku, yaitu dia yang telah melahirkan engkau.”

Kemudian berserulah Niz, ”Jika benar kau adalah bapaku, bahagia pulalah hatiku mendengarnya. Betapa bangganya diriku memililiki bapa seorang Putra Dewa, yang menguasai Siang dengan cahaya Terangnya.”

Sahut Matahari, “Sesungguhnya aku pun bangga memiliki putra seperti engkau, yang datang menunggangi angin dengan gagahnya. Melintasi puncak-puncak gunung dan awan-awan putih, bagaikan seekor rajawali yang membelah Langit. Dan kau akan pergi untuk menghadirkan Musim Semi kembali, sebelum Dunia binasa dalam kebekuan abadi. Keberanianmu bagaikan keberanian Sang Dewa Terang Siang, yang pergi untuk mencari Masa-masa yang hilang dahulu kala. Kiranya Kemenangan berpihak kepada engkau, sehingga kau berhasil membawanya kembali ke Dunia ini. Aku takkan membiarkan engkau sendiri, dan kau akan pergi ke Barat bersamaku. Biarkanlah aku menyertai engkau menuju kemenangan dan kau mengantar perjalananku menuju kematianku. Maka pejamkanlah matamu dan masuklah ke dalam selubung cahayaku ini supaya Sang Dewa Gelap Malam tidak bisa melihat kedatanganmu.”

Kemudian Matahari mengantar Niz pergi ke Negeri Kegelapan melalui Gerbang Hitam tanpa diketahui oleh siapapun. Selama perjalanannya, Matahari menceritakan kepada putranya kisah perjumpaannya dengan Yehi, sehingga ia harus menanggung kesalahan karena telah melakukan hal terlarang, bersatu dengan makhluk fana.

Tetapi Matahari tidak menyesalinya sebab katanya, “Biarkanlah aku menanggungnya, sebab tidak pernah kusesali perbuatanku itu. Aku telah kehilangan dia untuk selama-lamanya, tetapi sekarang aku menemukannya di dalam dirimu. Wahai, putraku, kesayangan Sang Dewa Tertinggi, Biarkanlah aku memeluk engkau dengan erat! Sebab sebentar lagi aku akan mengakhiri hidupku, menjalani takdir menghadapi kematianku. Biarkanlah aku menjadi sumber kekuatan bagi keturunanmu, sebab dengan demikian aku akan menyertai engkau selalu! Sambutlah aku ketika Pagi melahirkanku kembali, seperti ibumu yang selalu menantikan kehadiranku.”

Setelah sampai di tempat yang ditentukan, berkatalah Matahari, “Pergilah, putraku! Pergilah! Biarkanlah aku mati di sini! Biarkanlah esok aku terlahir kembali melihat kemenanganmu, menghadirkan kembali Musim Semi yang hangat.” Setelah itu dilepaskannyalah oleh Matahari putranya itu dan berlalulah ia menghadapi takdir kematiannya di tangan Senja.

Maka sangat bersedihlah hati Niz melihat kepergian bapanya sehingga jawabnya, “Wahai putra Sang Terang, jika Sang Waktu menghendakinya, biarkanlah aku yang menggantikan engkau menjalani takdir! Sesungguhnya kusesali betapa singkatnya pertemuan kita ini, sehingga aku tidak bisa membalas kebaikanmu. Maka akan kulakukan apa yang kauminta, sebab kau adalah bapaku, putra Sang Terang. Aku dan anak-anakku akan selalu menantikan kehadiranmu, dan menyambut kelahiranmu dengan gegap gempita.”

Adapun Musim Semi terkurung di dalam sebuah gua di Gunung Bayang-bayang terjaga di antara kegelapan dan kebekuan abadi, mendendangkan nyanyian sukacita sambil menari gembira dan menumbuhkan tunas-tunas muda dan mencairkan es di sekitar tempatnya berdiri. Suara nyanyiannya menggema melalui lubang kawah Gunung Bayang-bayang menghangatkan Dunia sehingga kedengaranlah oleh Musim Dingin. Maka datanglah Musim Dingin dan berkata, “Apa yang sedang kaulakukan, Wahai Musim Semi, menyanyikan nyanyianmu yang bodoh ketika giliranmu belum tiba? Hentikanlah nyanyianmu itu dan tidurlah, sebab akulah yang sedang berkuasa atas Dunia ini! Tidurlah untuk selama-lamanya bersama Musim Panas dan Musim Gugur, sebab kekuasaanku tidak akan pernah berakhir. Sebab Sang Dewa Gelap Malam berpihak kepadaku, dan memberiku kekuatan untuk melawan takdir Sang Waktu.”

Tetapi jawab Musim Semi dengan mendendangkannya dalam sebuah nyanyian,
Bukankah seharusnya kau yang tertidur,
sebab inilah giliranku untuk membangunkan tunas-tunas yang lama tertidur?
Tidak ada gunanya kau mengurungku di sini,
sebab dengan nyanyian aku akan menghangatkan makhluk-makhluk Dunia ini.
Lihatlah keluar dan sadarilah kekalahanmu,
danau dan sungai yang membeku akan segera mencair!
Sebab kekuatan Sang Dewa Gelap Malam yang diberikan kepada engkau,
tidak akan mampu melawan takdir Sang Waktu.
Lihatlah, betapa bodohnya dirimu,
percaya bahwa Kekuatan Gelap akan berpihak kepada engkau!
Ia hanya akan menjerat dan memperbudak engkau,
dan akan membuangmu jika menurutnya engkau tidak berguna lagi.”

Kemudian marahlah Musim Dingin mendengar perkataan itu dan dikeluarkannyaah pedang es dan disentuhkannyalah mata pedang itu pada lidah Musim Semi sehingga membekulah lidah Musim Semi dan tidak bisa lagi bernyanyi dan berkata-kata. Maka menjeritlah Musim Semi kesakitan sehingga dengan mudah Niz mengenali suaranya dan menemukannya tidak berdaya di bawah kaki Musim Dingin.

Berkatalah Musim Dingin, “Sekarang kau tidak bisa menyanyikan nyanyianmu yang bodoh lagi, dan kehangatanmu tidak akan pernah mencapai permukaan Bumi lagi! Diamlah dan tidurlah supaya kau tidak merasakan kesakitan itu, dan janganlah kau terbangun untuk selama-lamanya.”

Tiba-tiba tampillah Niz membela Musim Semi dan mengejutkan Musim Dingin, katanya, “Tidak seharusnya kau berbuat demikian, tidak seharusnya kau menyiksa saudaramu sendiri. Bukankah Sang Waktu melahirkan kamu untuk saling mengganti, dan memberikan kekuasaan yang sama untuk menguasai Dunia? Maka puaslah kau dengan seratus Siangmu dan seratus Malammu, dan biarkanlah dia menggantikan kekuasaanmu! Sebab keserakahanmu telah membuat Dunia di ambang kehancuran, sehingga suatu saat kau tidak bisa menguasainya lagi.”

Tetapi Musim Dingin menyahut, “Siapakah kau, Wahai makhluk fana, sehingga kau berani datang ke tempat ini menantangku? Tidakkah kau memiliki rasa takut, sebab kekuatanmu tidak sebesar kekuatanku? Dengan mudah aku akan membekukan tubuhmu yang fana, dan menghancurkan jiwamu, karunia dari Sang Terang. Sebab dalam kefanaan kau tidak akan bisa melawanku, sehingga yang kau dapatkan hanyalah kematian.”

Kemudian Niz menjawab dan memperkenalkan diri, “Aku adalah Niz, putra Matahari, yang datang ke sini untuk menyelamatkan Musim Semi. Aku akan merebutnya dari engkau, dan mengembalikan kekuasaannya atas Dunia ini. Bapaku telah menyelimuti tubuhku dengan kehangatan, supaya aku tidak mengalami kebekuan yang kauciptakan. Keajaiban telah memperlengkapi tubuhku, sebagai senjata untuk mengalahkan engkau.”

Setelah itu terjadilah pertarungan di antara Niz melawan Musim Dingin. Setiap Musim Dingin megayunkan Pedang Esnya, Niz membalasnya dengan menciptakan Api dari telapak tangannya yang mampu mencairkan setiap serangannya. Kehangatan tubuh Niz juga telah membuat gua itu mencairkan setiap lapisan esnya sehingga membuat Musim Dingin melemah. Dan akhirnya, Niz menyemburkan Apinya ke arah lawannya sehingga melukai dada Musim Dingin.

Maka larilah Musim Dingin kepada Sang Dewa Gelap Malam, penguasa Gunung Bayang-bayang untuk memberitahukan kehadiran Niz. Berkatalah Musim Dingin kepada Sang Dewa, “Sesungguhnya seorang makhluk fana telah datang ke tempatmu, seorang putra Matahari yang dikaruniai Keajaiban di tangannya. Ia mampu menciptakan api yang telah membakar dadaku, dan hendak membawa Musim Semi kembali ke permukaan Bumi. Tolonglah aku, wahai Penguasa Kegelapan, berikanlah sebagian kekuatanmu itu kepadaku! supaya dengan mudah aku mencegah mereka keluar, dan membinasakannya seperti Senja membinasakan bapanya.”

Tetapi jawab Sang Dewa, “Aku buta tetapi aku bisa mendengar, aku telah mengetahui kehadirannya sebelum kau memberitahuku. Aku sengaja membiarkannya masuk, Tetapi aku tidak akan membiarkannya keluar dari dalam Gunung ini.”

Maka setelah Niz menyadarkan Musim Semi dan menghangatkannya dengan Api ciptaannya dan kehangatan yang tersisa di tubuhnya, ia menggendong Musim Semi dan membawanya keluar melalui pintu yang sama ketika ia masuk. Tetapi mereka menemukan pintu itu telah tertutup dan tidak ada jalan keluar lagi kecuali dari lubang kawah yang selalu menyemburkan asap Kegelapan Malam.

Terdengarlah oleh Niz suara yang menggelegar, gemanya memantul di setiap dinding dan menggetarkannya, suara Sang Penguasa Kegelapan, Sang Dewa Gelap Malam. “Aku telah membiarkan engkau masuk ke dalam istanaku, tetapi aku tidak akan membiarkan engkau keluar hidup-hidup. Maka membusuklah tubuhmu di mana engkau berdiri, sebab Wabah Kematian akan segera mengoyaknya.”

Kemudian Sang Dewa Gelap Malam mengambil debu pasir dari dasar Gunung itu dan meniupkannya ke depan. Dan tiba-tiba terciptalah Wabah Kematian dari tiupan debu pasir itu terbang ke arah Niz berdiri dan menyerangnya secara membabi buta. Tetapi Niz melawan mereka dengan menciptakan pusaran Angin yang mampu menjauhkan mereka dari tubuhnya. Dan di dalam pusaran Angin itu, Niz berhasil membawa Musim Semi keluar dari Gunung Bayang-bayang.

Maka dihadirkannyalah kembali oleh Niz Musim Semi ke Dunia tepat sebelum Pagi melahirkan Matahari. Dan tersenyumlah Matahari melihat kepahlawanan putranya itu. Maka jatuh cintalah Niz kepada Musim Semi, katanya, “Wahai Putri Sang Waktu, kecantikanmu telah memesonakan hatiku. Telah kudengar merdu nyanyianmu, yang menjadi panduku dan suluhku di dalam kegelapan. Maka biarlah aku hanya memberikan cintaku kepada engkau, seperti Langit memberikan cintanya kepada Bumi. Meskipun Dunia tidak menerima kita, sebab aku fana dan kau abadi.”

Kemudian dengan bantuan bapanya, Niz memperjuangkan cintanya kepada Musim Semi di hadapan Loze, sebab Sang Dewa Terang Siang tidak membiarkan persatuan makhluk fana dengan makhluk abadi. Kata Matahari, “Wahai Sang Terang yang memberikan cahayanya kepadaku, yang telah mengantarku berjalan menuju gerbang kematianku! Telah kutanggung semua hukuman atas perbuatanku. Perbuatan yang telah kulakukan dahulu kala. Dan atas kehendak Sang Waktu, aku telah bertemu dengan putraku. Buah cintaku dengan makhluk fana terindah, yang sangat kucintai seumur hidupku. Kemudian atas kehendak Sang Waktu pula, putraku telah menyelamatkan Musim Semi. Dan cinta telah mempersatukan mereka, seperti cinta mempersatukanku dengan kekasihku. Maka kumohon janganlah kau pisahkan mereka, seperti kau memisahkan aku dari kekasihku Biarlah kutanggung hukuman atas perbuatannya, dan biarkanlah ia bersatu dengan kekasihnya.”

Jawab Loze, “Maafkan aku, wahai putraku, maafkan aku telah memberikan hukuman ini kepada engkau. Kau telah menanggung banyak beban dalam kehidupanmu, yang membuat sinarmu semakin meredup. Maka aku tidak akan menambah beban kehidupanmu, dan aku tidak akan memberikan hukuman yang sama kepadanya. Sebab ketulusanmu telah menaklukkan hatiku, dan kebaikan hatimu telah memancarkan kembali sinarmu. Sebab hanya sekali ini saja aku membiarkan hal ini terjadi, Sebuah persatuan antara dua makhluk yang berbeda, Keturunan mereka akan kuberkati sebagai putra-putra Matahari, dan aku juga akan berkenan kepada mereka.”

Tidak ada komentar: