01 Agustus 2008

Bab IX : Perang Besar

Kemudian datangah Keberanian kepada Umug Lez putra Mezum sehingga ia memimpin Bangsanya dan mendirikan Kerajaan Tegge. Ia mempersiapkan segalanya untuk menghadapi Perang Besar yang akan terjadi. Ia menciptakan senjata pelontar dari ranting-ranting pohon Rened yang sanggup melontarkan bilah-bilah runcing ke udara, yaitu busur dan anak panah.

Maka katanya di hadapan Bangsanya, “Sang Terang telah memilihku untuk memimpin kamu, seperti yang dikatakannya melalui mulut Neyel Pe. Dan aku akan selalu bersama dengan kamu, dalam menghadapi masa-masa yang sulit sekalipun. Sebagai Raja, aku akan memimpin kamu, dan membawa kamu menuju kemenangan. Sebagai Raja, aku akan melindungi kamu, dan menjauhkan kamu dari bayang-bayang kegelapan. Maka marilah kita bersama-sama berjuang, bersama Matahari, sumber kekuatan kita. Sebab kita telah dipilih oleh Sang Terang sebagai sekutunya, untuk menghadapi Kekuatan Kegelapan dari Barat Kemenangan ada di pihak kita, dan Harapan tidak pernah jauh dari kita. Sebab Sang Terang tidak pernah meninggalkan kita, dan ikut berperang bersama dengan kita. Dan selama Api Suci masih menyala, Sang Terang memberikan kekuatan kepada kita. Sebab nyala Api Timur adalah Cahaya Sang Dewa, yang harus kita jaga supaya tidak padam.”

Kemudian bergeraklah barisan para ksatria Terang menuju Daratan Bumi melalui Jembatan Gerbang Dewa. Maka berhentilah mereka di Pegunungan Putih dan memulai peperangan ketika mereka tahu bahwa Naga-naga raksasa berusaha menyerang mereka dari udara. Naga-naga raksasa yang terbang ditunggangi oleh Setan-setan, putra-putra Menzeg, sempat membuat mereka gentar. Para ksatria tetap berperang di bawah pimpinan Umug Lez putra Mezum, melontarkan ribuan anak panah kearah mereka dan berusaha tidak menggunakan Karunia Keajaiban untuk melawan mereka.

Tetapi ternyata Naga-naga itu diperlengkapi dengan tubuh yang sekeras batu karang yang tidak dapat ditembus oleh senjata apapun sehingga sia-sialah anak panah yang dilontarkan oleh para ksatria ke udara. Naga-naga itu membalas serangan mereka, menyemburkan nafas Wabah Kematian yang membuat siapapun yang menghirupnya akan mati sehingga banyak ksatria yang berguguran karenanya.

Dan Setan-setan, para penunggang Naga, dengan tombak-tombak panjang di tangan mereka, menusuk para ksatria ketika Naga-naga yang ditunganginya mendekati tanah, menyambar beberapa dari para ksatria dan melemparkannya ke tanah sehingga dalam waktu sehari telah gugur seratus orang ksatria.

Maka berserulah Umug Lez dengan suara nyaring, “Kami berjuang demi Sang Terang, dari Kegelapan abadi kami mempertahankannya. Terhadap Naga-naga dari Barat, kami tidak takut, meskipun kami harus kehilangan dari kami. Nafas mereka adalah wabah kematian, sehingga beberapa saudara kami mati karenanya. Tubuh mereka terbuat dari Batu karang, sehingga anak panah kami tidak mampu melumpuhkannya. Mereka besar dan bersayap, terbang menebarkan ketakutan di atas Bumi. Lengkingan suara mereka seperti halintar, tetapi tidak akan membuat kami takut. Dan kami tetap tegar berdiri, dan berjuang sampai kesudahannya. Kemenangan akan selalu berada di tangan kami, dan Harapan akan terus berada bersama kami.

Maka dengan Karunia Keajaiban yang ada pada mereka, para ksatria mencoba bertahan hidup dengan bersama-sama menciptakan kubah pelindung yang akan melindungi mereka dari Wabah Kematian. Kata Umug Lez kepada para ksatra-ksatrianya, “Jangan takut atau menyerah, wahai pahlawan-pahlawanku, tetaplah berjuang dan bijaksanalah dalam melawan mereka! Simpanlah sebagian tenaga kamu untuk Malam ini, sebab kita tidak bisa beristirahat lagi seperti biasanya. Jumlah kita memang tidak sebanding dengan jumlah mereka, dan ukuran kita tidak cukup besar untuk menandingi mereka. Tetapi kita memiliki Sang Terang yang selalu menerangi jiwa kita, yang memberikan Harapan bahwa Kemenangan ada di pihak kita.”

Setelah itu Umug Lez memerintahkan para ksatria untuk berpencar, menyerang Naga-naga dari segala pejuru dan membidik mata dan sayap mereka dengan panah untuk menjatuhkan Setan-setan yang menunggangi mereka. Tetapi hari demi hari keadaan tidak berubah. Perang yang terjadi Siang dan Malam banyak merugikan putra-putra Niz. Kekuatan Setan-setan dari Barat semakin bertambah ketika Malam tiba bersamaan dengan bersemayamnya Bulan di puncak Gunung Bayang-bayang melahirkan Setan-setan baru. Dan kekuatan mereka tidak berkurang ketika kekuasaan Malam berakhir digantikan Pagi yang melahirkan Matahari.

Setan-setan baru pun berdatangan dari Barat mengendarai Angin Malam menyerang putra-putra Niz. Korban-korban pun berjatuhan, yaitu para ksatria yang gagah berani. Banyak dari mereka yang gugur bukan akibat tusukan tombak Setan-setan, tetapi gugur akibat kehabisan tenaga dan menghirup nafas Naga-naga. Mereka terlalu banyak membuang tenaga untuk menciptakan kubah pelindung dan mereka tidak pernah beristirahat untuk memulihkan tenaga mereka. Akibatnya Wabah Kematian membinasakan mereka, termasuk Umug Lez sang pemimpin.

Kemudian tampillah Zod Zumen putra Umug Lez menggantikannya sebaga pemimpin. Ia memerintahkan para ksatria yang tersisa untuk mundur kembali ke Kerajaan Timur. Sebab katanya, “Sudah sekian lama kita berjuang. Sudah sekian lama kita berperang. Ribuan jiwa telah dikorbankan untuk Sang Terang. Tetapi di manakah ia selama ini? Marilah kita kembali ke Timur. Dan berlindung di dalam Rumah Agung. Sebab Kemenangan mungkin tidak ditakdirkan bagi kita. Dan Harapan telah menjauh dari kita.”

Tetapi putra-putra Neyel Pe berkata, “Wahai, Zod Zumen putra Umug Lez, di manakah Keberanian yang kaumiliki? Ayahmu telah mati dengan Keberanian yang ada padanya, memperjuangkan Kemenangan Sang Terang sampai akhir hidupnya. Hanya itulah pengabdian yang dapat ia berikan, sebab tubuh dan darahnya dipersembahkan bagi sang Terang. Ia tidak pernah gentar dan putus asa, dan jiwanya akan menjadi bintang yang terang di Langit. Tetapi kami tidak akan pernah mundur setapakpun, dan akan terus berada di sini meraih Kemenangan. Kami tidak akan kembali ke tempat kami dilahirkan, sebelum mereka dibinasakan dari Dunia ini.”

Maka sahut Zod Zumen, “Wahai putra-putra Neyel Pe, sampai kapankah kamu akan bertahan di sini? Ketahuilah bahwa kita sudah kalah dan Kegelapan sudah menguasai Daratan Bumi. Yang harus kita lakukan adalah kembali, mempertahankan negeri tempat kita dilahirkan. Dan bertahan di sana hingga Sang Terang mengasihani kita, menampakkan Kekuatannya yang besar untuk melawan mereka.”

Putra-putra Neyel Pe menyahut, “Haruskah kita melihat Dunia ini binasa, tanpa berbuat sesuatu untuk mencegahnya? Haruskah kita menunggu belas kasihan Sang Terang, jika kita tidak berjuang bersamanya? Ketahuilah bahwa itu semua adalah sia-sia, dan kami tidak ingin mati seperti itu. Kami akan meneruskan perjuangan ayahmu, Umug Lez, meskipun kami harus mati seperti dia. Selama Matahari masih bersinar, Kegelapan belum menang, dan selama sumber kekuatan kita masih ada, kami akan berjuang. Maka maafkan kami jika kami tidak mengikutimu dan kami akan menentukan nasib Dunia ini sendiri.”

Setelah itu diputuskannyalah bahwa mereka berpisah. Beberapa ksatria yang tersisa mengikuti jejak Zod Zumen kembali ke Timur. Tetapi Zonul saudara Zod Zumen berpaling kepada putra-putra Neyel Pe. Sebab katanya kepada Zod Zumen, “Aku mewarisi Keberanian yang dimiliki ayahku, dan aku memegang teguh janjinya. Memimpin Dunia menuju kemenangan, dan melindungi Dunia dari bayang-bayang Kegelapan. Maka maafkan aku juga tidak pergi bersamamu. Sebab aku akan bertahan di sini seperti ayahku. Aku tidak ingin membiarkan Dunia ini binasa sebelum Sang Waktu mengakhiri Kehidupanku.”

Tidak ada komentar: