01 Agustus 2008

BAB XI : Perjuangan Terakhir

Adapun dari tiga puluh ksatria yang kembali ke Timur, hanya tiga belas orang yang selamat mencapai Rumah Agung, dan Zod Zumen putra Umug Lez termasuk dalam bilangan itu. Mereka yang terluka parah disambut oleh perempuan-perempuan, dengan ratap tangis dan kesedihan, tanpa sukacita. Sebab suami-suami dan kekasih-kekasih mereka telah gugur, dan mereka berkabung atas kematian raja mereka Umug Lez.

Tetapi Naga-naga mengejar ksatria-ksatria itu, sekarang juga telah tiba di kaki Gunung Timur. Para pemuda segera mengangkat senjata panahnya dan membuat perisai perlindungan untuk menjauhkan mereka dari Rumah Agung. Kepada ibunya, Zod Zumen menceritakan apa yang terjadi di sana, dan alasan mengapa mereka memilih kembali ke Timur. Maka berkatalah Udror Zed istri Umug Lez kepada Zod Zumen, “Sesungguhnya tiada perkabungan pada diriku, sebab suamiku telah mati demi Sang Terang. Sesungguhnya aku bangga kepadanya, sebab ia telah berjuang sampai kematian datang kepadanya. Tetapi aku malu kepadamu, wahai putraku! Mengapa kau memilih untuk kembali? Di manakah keberanian yang kau miliki, sudah hilangkah itu dari padamu?

Lihatah, naga-naga itu mengejarmu kemari, dan mereka telah mengepung tempat ini. Tetapi beruntunglah kami memiliki pemuda-pemuda hebat, yang terlahir pada waktu kamu pergi berperang. Belajarlah kepada mereka yang memiliki semangat bernyala-nyala, dengan keberanian untuk melindungi tempat ini dari kehancuran. Mengapa kau tidak mengikut jejak Zonul, putraku? Mengapa kau tidak mendengarkan perkataan putra-putra Neyel Pe? Aku menyesal, aku menyesal telah melahirkanmu, sebab kau tidak sungguh-sungguh memberikan jiwamu untuk Sang Terang.”

Jawab Zod Zumen, “Ampunilah aku, wahai ibuku! Ampunilah aku sebab inilah aku! Aku yang pengecut dan kehilangan harapan dan aku tidak layak menggantikan ayahku. Aku memang bodoh dan hanya memikirkan keselamatanku sendiri, sebab aku berpikir, ‘Ah, aku tidak mau mati seperti ayahku.’ Dan aku ingin pulang untuk berlindung di Rumah Agung. sebab aku berpikir, ‘Sang Terang pasti akan melindungiku di sana.’ Sekarang aku tahu bahwa aku telah salah bertindak, oleh karena itu janganlah kau mengutukku. Tetapi katakanlah kepadaku apa yang harus kuperbuat, untuk menebus rasa bersalahku kepadamu!”

Sahut Udror Zed, “Mintalah pengampunan kepada Sang Terang, bukan kepadaku, Akuilah semua kesalahanmu di hadapannya, bukan di hadapanku Sebab kau telah mencoba untuk mengkhianatinya, dengan tidak melakukan perintahnya untuk menyelamatkan Dunia. Tetapi janganlah kau mengangkat senjatamu untuk berperang, sebab kau tidak layak lagi disebut sebagai seorang ksatria Darahmu tidak boleh mengotori tempat suci ini, sebelum Sang Terang mengampuni segala kesalahanmu.”

Kemudian pergilah Zod Zumen dengan rasa menyesal ke Menara Api, memohon pengampunan kepada Sang Terang di depan Api Sucinya. Maka berlututlah ia memohon kepada Sang Terang, “Wahai, Sang Terang Penguasa Nyala Api, Bapa Matahari, Pencipta Dunia ini. Sungguh, betapa hinanya aku di matamu, dan betapa malunya aku di hadapanmu. Sebab betapa besarnya kesalahan yang telah kuperbuat, hingga aku hampir meninggalkanmu Ampunilah aku seperti kau mengampuni Matahari, dan angkatlah aku kembali dari Lubang Kegelapan!

Nyalakanlah kembali cahaya jiwaku, dan tunjukkanlah kepadaku jalanmu yang terang! Sebab aku bukanlah siapapun tanpamu, dan aku bukanlah siapapun tanpa jiwa yang kau berikan. Aku bukanlah siapapun tanpa kebijaksanaan yang kau berikan. dan aku bukanlah siapapun tanpa berkat yang kau berikan. Sebab kemuliaanmu mengatasi gunung-gunung, cahaya terangmu melebihi isi Dunia ini. Hanya kaulah yang empunya kekuasaan terbesar, Yang akan memancar ke seluruh penjuru Bumi. Maka sekarang, aku memohon padamu, izinkanah aku untuk memperbaiki segalanya. Tunjukkanlah kepadaku apa yang harus kulakukan untuk menebus kesalahan yang telah kuperbuat kepadamu.”

Tetapi di sela-sela perang semakin hebat, datanglah seorang pemuda datang kepada Udror Zed, Dengan nafas terengah-engah, ia berkata, “Wahai ratuku, apa yang harus kami lakukan selanjutnya? Jumlah kami tinggal sedikit dan kekuatan kami terbatas. Naga-naga itu menyemburkan Wabah Kematian dan membunuh beberapa dari kami. Sesungguhnya kami membutuhkan lebih banyak kekuatan, sedangkan di sini ada banyak perempuan yang harus dilindungi. Mungkinkah kami mendapatkannya dari mereka, yang sedang berduka dan meratapi kematian kekasih mereka Tetapi Wahai ratuku, jika saja mereka mau membantu kami, berhenti berkabung dan bersedia memberikan kekuatan mereka. Berperang bersama kami dan berjuang demi Sang Terang, Niscaya, kita akan memenangkan peperangan ini.”

Kemudian bangkitlah Udror Zed dari duduknya, dan berkata kepada perempuan-perempuan yang berkabung, katanya, “Wahai putri-putri Matahari, apakah sesungguhnya yang kau tangisi? Sia-sialah kau berlama-lama meratapi mereka, sebab kekasih-kekasihmu sudah tidak ada lagi. Tubuh mereka telah disemayamkan di perut Bumi, dan jiwa mereka telah ditempatkan di perut Langit. Dan Sang Waktu telah menakdirkannya untuk mati, mengambil kehidupan dan sisa usia dari mereka. Mereka telah mati dalam pengabdiannya kepada Sang Terang, sehingga seharusnyalah kau berbahagia, bukan menangis. Maka tinggalkanlah perkabunganmu dan ikutlah kami, melanjutkan perjuangan mereka, kekasih-kekasihmu itu. Berikanlah kekuatanmu untuk mengakhiri perang ini, dan balaskanlah kematian kekasih-kekasihmu. Berikanlah seluruh kekuatanmu demi Sang Terang dan berjuanglah demi mereka dan demi Dunia ini.”

Setelah itu di bawah pimpinan Ratu Udror Zed, bangkitlah perempuan-perempuan menghapus air mata mereka, Dan akhirnya mereka menyadari bahwa sia-sialah mereka meratapi kematian kekasih-kekasih mereka. Maka bangkitlah mereka melupakan semua kesedihan mereka, dan bergabunglah mereka dengan ksatria-ksatria muda, putra-putra mereka. Sebagian memperkuat perisai pelindung dari serangan Wabah Kematian sebagian lagi turut serta mengangkat busur panah. Dengan semangat yang membara mereka berperang, untuk membalaskan kematian kekasih-kekasih mereka

Tetapi Zod Zumen pergi seorang diri di menara Api di tengah peperangan sedang yang berkecamuk. Berdirilah ia di depan Nyala Api Suci, dan berkatalah ia kepada Sang Terang, “Aku telah berdosa di hadapanmu, aku telah mengkhianati sumpah setiaku kepadamu. Maka hukumlah aku jika kau mau tetapi aku hanya memohon pengampunan darimu. Aku hanyalah seorang yang tidak berguna lagi, terbuang dari kaumku karena kesalahanku, Maka angkatlah aku dari Lubang Kegelapan ini. Dan terimalah aku kembali sebagai milikmu. Sesungguhnya aku menyesal dan malu, sebab tak ada yang bisa kulakukan di hadapan kaumku. Selain memohon pertolongan daripadamu untuk mengakhiri perang ini dengan kemenangan. Ketahuilah bahwa ribuan jiwa telah dikorbankan yaitu para pahlawan yang telah berjuang untukmu. Sebab kami tidak sebanding dengan musuh-musuh kami dan Keajaiban yang ada pada kami tidak mampu menandingi mereka Maka aku berdiri di sini memohon belas kasihanmu, untuk memimpin kami dalam Masa-masa sulit ini, Cukuplah peperangan yang panjang dan berat ini dan bangkitkanlah Harapan kami yang hampir mati ini.

Aku tahu kau ada di sini, wahai Sang Terang, aku tahu kau sedang mendengarkan perkataanku. Tidakkah kau lihat Dunia yang telah kau ciptakan dihancurkan, dan tidakkah kau merasakan penderitaan makhluk-makhluknya? Sebab aku tahu bahwa Dunia ini sangat berharga di matamu dan tidak layak untuk dibinasakan oleh siapapun. Wahai kau yang senantiasa memancarkan sinar terang, yang memberikan kehidupan pada setiap makhluk. Dengarkanah permohonanku ini, wahai pemilik Jiwaku, Janganlah kau berlalu daripadaku seolah-olah tidak mendengarkanku.”

Tetapi tiba-tiba datangah seekor Naga kelabu yang sangat besar, bahkan lebih besar daripada ukuran Naga-naga yang lain. Terbang melintas di bawah Langit yang gelap, Menyemburkan kebekuan bagi Bumi yang dilewatnya. Ketika ia tiba bersama penunggangnya, Naga-naga yang lain menghentikan serangannya. Berserulah penunggang-penunggangnya, “Sudah jatuh, sudah jatuhlah kejayaan putra-putra Matahari. Bersama dengan musnahnya Dunia ini. Sebab Sang Terang telah mengkhianati mereka dan membiarkan mereka jatuh semakin dalam. Inilah saatnya Kegelapan menguasai Dunia dan membungkusnya dalam bayang-bayang abadi. Siapa yang tidak berada di pihaknya akan mengalami penderitaan. Dan siapa yang melawannya akan berhadapan dengan kematian. Inilah pemimpin kami, Menzeg sang perkasa, Yang diberi kuasa oleh Penguasa Malam untuk membinasakan Dunia Dan menjadikan segala makhluk takluk padanya.”

Kemudian turunlah penunggang Naga kelabu itu dari punggung Naganya, Berkatalah ia, “Wahai Putra-putra Matahari, masih bersinarkah engkau di dalam bayang-bayang Kematian? Lihatlah cahayamu sudah hampir padam dan Kegelapan akan segera menguasaimu! Ketahuilah bahwa tidak akan ada lagi hari esok dan Matahari tidak akan lagi diahirkan oleh Pagi. Malam akan menguasai hari-harimu sebab Sang Terang, pujaanmu sudah mati. Aku tahu kamu telah lelah melakukan semuanya ini, berperang seorang diri demi sesuatu yang telah mati. Ya, Sang Terang, pujaanmu telah mati, dan cahayanya telah padam seperti Matahari.

Inilah saatnya bagi kamu untuk menyerah menyerahkan jiwamu kepada yang hidup, bukan yang mati. Ia akan memberikan kamu jiwa yang baru, dan ia perang ini akan segera diakhiri. Sesungguhnya aku tidak ingin memusnahkan kamu, sebab dahulu kamu adalah saudara-saudaraku. Yang dilahirkan dari rahim Musim Semi, sebagai makhluk mulia dengan jiwa yang bersinar. Tetapi sekarang lihatlah aku, Menzeg tercipta kembali sebagai makhluk paling mulia. Sang Penguasa Kegelapan telah membentukku dan memberikan jiwa yang baru kepadaku. Maka berpalinglah kamu kepadanya, kepada sang pemberi jiwa yang baru! Supaya kita bisa bersatu lagi seperti dahulu dan bersama-sama berkuasa atas Dunia ini. Binatang-binatang akan tunduk kepada kita, dan Naga-naga tidak akan memburu kamu lagi. Dunia akan damai tanpa peperangan lagi, dan tidak ada seberkas cahaya lagi di dalamnya.”

Kemudian atas nama kaumnya, Udror Zed menjawab, “Kami berhak menentukan nasib kami, dan kami berhak untuk melakukan apa yang ingin kami lakukan. Kami sekali-kali tidak akan berpaling kepadanya, yang telah membuat cahaya jiwamu padam. Kami akan terus berperang melawanmu, Menzeg, meskipun kami harus kehilangan segalanya. Sebab kami tahu bahwa jiwa yang kami miliki sangatlah berharga, anugerah termulia yang tidak akan kami tukar dengan apapun. Dan kami tahu bahwa selama Api Suci masih menyala, Sang Terang tidak akan meninggalkan kami.”

Mendengar hal itu marahlah Menzeg, raja para Setan, dan ia menerima tantangan Udror Zed. Maka dikendarainyaah kembali Naga kelabu raksasanya dikuti oleh ratusan Naga bersama penunggang-penunggangnya. Mereka menyemburkan Wabah Kematian dan Kebekuan di segala penjuru, membuat tubuh para ksatria mati membeku. Hawa dinginnya melebihi dinginnya Angin Musim Dingin, tetapi tidak menggentarkan jiwa Udror Zed dan pengikut-pengikutnya.

Berkatalah ia yang berada di punggung Naga kelabu itu, “Sekarang tahukah kau siapa yang lebih berkuasa atas dirimu? Aku telah membuat jiwa kaummu padam dalam kebekuan Dan sebentar lagi Nyala Api Sucimu akan kupadamkan. Maka membatulah bersama kaummu untuk selama-lamanya.”

Dengan sisa tenaganya, berjuangah Udror Zed membuat perisai Keajaiban untuk melindungi tubuhnya dari nafas kebekuan Sang Naga. Tetapi akhirnya Udror Zed kalah dan mati dalam kebekuan, bersama dengan pahlawan-pahlawan kebanggannya.

Tiba-tiba terdengarlah suara nyaring dari Menara Api, Zod Zumen mengumpulkan keberaniannya menantang Menzeg, “Jika kau ingin memadamkan Api ini, kau harus melaluiku terlebih dahulu. Aku adalah hamba Sang Terang, penjaga Api Suci, dan Nyala Api ini tidak boleh padam.”

Kemudian Naga-naga beserta penunggangnya berpaling ke arah Menara dan mereka sangat marah dan menyerang Zod Zumen. Zod Zumen mengumpulkan kekuatannya dan membuat perisai untuk menahan serangan Wabah Kematian dari mulut Naga-naga. Berkatalah Menzeg, “Siapakah dirimu sehingga kau menantangku? Siapakah dirimu sehingga kau mau melawanku? Apakah kau ingin aku membinasakanmu seperti yang kulakuan terhadap kaummu? Lihatlah, kau hanya berjuang seorang diri, dan tidak ada yang membantumu. Sia-sialah kau mempertahankan Api itu, sebab Naga-nagaku pasti akan membunuhmu terlebih dahulu.”

Zod Zumen menjawab, “Aku tidak takut kepada siapapun, meskipun aku tinggal seorang diri. Aku tidak boleh mati dan Apinya tidak boleh padam.” Tetapi terkuraslah sebagan besar kekuatan Zod Zumen sehingga semakin lemaslah ia. Kakinya sudah tidak mampu berdiri dan ia sudah tidak kuat mengangkat kedua tangannya. Ia bergumam, “Aku tidak boleh mati dan Apinya tidak boleh padam.”

Menzeg memerintahkan Naga-naga menghentikan serangannya dan menawarkan sesuatu kepada Zod Zumen, “Apakah kau ingin segera mengakhiri penderitaanmu? Apakah kau ingin peperangan ini segera berakhir? Apakah kau ingin tetap hidup dan tidak binasa bersama kaummu? Dan apakah kau ingin mendapatkan kekuatan baru? Berpalinglah daripadanya dan ikutlah aku, sebab aku akan mengenalkanmu kepada Penguasa Kegelapan, Dia yang akan memenangkan peperangan ini. dan akan memberikan jiwa dan kekuatan baru kepadamu.”

Kemudian rebahlah Zod Zumen di lantai dan ia menemukan sebuah anak panah tergeletak di dekatnya. Disimpannya senjata itu di balik lengan jubahnya, dan berkatalah ia, “Ya. Aku ingin segera mengakhiri semuanya dan tak ada harapan lagi bagiku untuk hidup. Sang Terang sudah tidak lagi memedulikanku, untuk apa aku berjuang demi dia? Turunlah dari Nagamu dan topanglah tubuhku, sambutlah aku sebagai saudara barumu!”

Maka turunlah Menzeg dari Naganya, dan membantu Zod Zumen berdiri. Tetapi Zod Zumen menikam jantungnya dengan anak panah, dan berbisik di telinganya, “Aku tidak akan mengkhianatinya untuk kedua kalinya.”

Serta merta menjeritlah Menzeg dengan suara nyaring, tetapi tiba-tiba sesuatu yang dingin menembus tubuh Zod Zumen. Zod Zumen hanya merasakan sekujur tubuhnya membeku, penderitaan yang hebat telah menghujam daging dan tulangnya. Berkatalah Menzeg, “Aku sudah tahu apa yang tersembunyi di balik lengan jubahmu, dan aku sudah menduga kau akan melakukannya terhadapku. Mungkin anak panahmu hanya bisa melukaiku, tetapi pedang esku akan segera mengakhiri hidupmu.”

Tiba-tiba terdengarlah suara nyaring dari arah Barat, mengejutkan Naga-naga beserta penunggang-penunggangnya. Putra-putra Neyel Pe telah datang dari Daratan Bumi, bersama dengan Api di tangan mereka “Kau tidak akan memadamkan Nyala Api itu, sebab Apiku akan membinasakanmu terlebih dahulu.” Kemudian ribuan panah api dilesatkan ke udara mengenai sayap beberapa Naga yang sedang terbang. Maka terbakarlah sebagian besar Naga beserta penunggangnya Dan beberapa mati karenanya.

Tetapi panah-panah api itu tidak membakar Naga Menzeg, bahkan nafasnya mampu memadamkan api Naga-naga yang sedang terbakar. Kemudian memberontaklah Naga-naga itu melawan putra-putra Neyel Pe menyemburkan Wabah Kematian atas diri mereka. Maka dengan sekuat tenaga mereka mencoba bertahan, menciptakan perisai Api sebagai perlindungan. Wabah Kematian tidak mampu menembusnya, dan memantul ke arah Naga-naga yang menyemburkannya. Uru Enzu dan Uru Elzu menembakkan ratusan anah panah, dan membinasakan Naga-naga yang mengepung mereka. Gulen dan Lyos melemparkan bola-bola Api ke segala penjuru, dan semakin banyaklah naga-naga yang mati karenanya.

Maka semakin beranglah Menzeg melihat hal itu, sehingga ia memerintahkan Naganya menyemburkan nafasnya. Perisai Api tidak mampu melindungi para ksatria, dan Hawa Dingin telah memadamkannya. Kemudian bersatulah mereka mengumpulkan kekuatan, menciptakan bola Api raksasa dan melemparkannya ke dalam mulut sang Naga. Tetapi ratusan Naga tiba dari Barat menyemburkan Wabah Kematian, dan mengenai mereka sebelum mereka melakukannya.

Dan matilah putra-putra Neyel Pe dan putra-putra Melutey, bersama dengan sirnanya Harapan yang dimiliki mereka, Naga-naga kembali menguasai Rumah Agung, dan Nyala Api Suci telah dipadamkan.

Tidak ada komentar: